Teori Memaafkan

Bila bumi telah berputar mengelilingi matahari dan kau masih terluka 

Maka ikhlaskanlah, maafkanlah..

Jadilah terang…

~*~

Dalam beberapa waktu ini, saya menyendiri di kamar kost lebih kerap dari sebelumnya. Hening. Sepi. Hanya ramai sesekali, oleh pikiran yang bergelut berpikir tanpa wasit. Merenung tak terkendali. Menyambung koneksi dari setiap peristiwa yang saya lalui.  Terkadang, ‘kereta hidup’ tidak berjalan mulus di rel yang telah kita konstruksi. Ada paku, batu, bahkan angin yang turut berpartisipasi mengubah arah dan laju. Apapun yang terjadi, seorang masinis hanya perlu memegang kemudi, dan sesekali melihat navigasi. Setiap manusia adalah masinis. Memiliki track tersendiri, rancangan hebat dari Sang Pencipta. Renungan terhenti di satu sudut, dan akhirnya saya menyadari, memaafkan kesalahan dalam kenyataannya tidak semudah teori yang bergema.

Maka ikhlaskanlah, maafkanlah..

Karena setitik nila, jadi terlalu sibuk mencela, padahal belum tentu diri ini lebih baik. Merasa disakiti, padahal entah siapa yang terusik pertama kali. Pepatah bicara bila kehidupan semakin ‘asin’ terasa, maka hati harus seluas samudera, agar bongkah demi bongkah garam yang jatuh tak kentara berpengaruh. Bukan berarti acuh. Pengalaman yang tak ingin diterima oleh nalar tak perlu dilupakan. Biarlah  menjadi bagian dari kenangan.. sebagai pelajaran di hari kemudian.

Sesuatu mendorongku tenggelam di kedalaman, bahkan sedikit lagi menyentuh dasar. Tapi selalu ada kesempatan untuk berenang mencari sinar. Lebih baik mati saat mencari matahari, daripada diam tak bergerak samasekali. Seperti potongan sajak Mesty Ariotedjo di atas, Jadilah terang

10 thoughts on “Teori Memaafkan

  1. Johan says:

    kenapa neng??
    cerita atuh ^___^

  2. *cihuyyyyyyyyyyyyyyy kata-katanya

  3. kidalboy says:

    lahir batin mbakk beroo

  4. Kang Ady says:

    like this… :)

  5. Syukron says:

    Kata-katanya menyentuh hati, lam knal ja dari syukron

Leave a reply to kidalboy Cancel reply